Ayahku Bukan Ayahku Part 1

"Lalu siapa yang tinggal denganku ini?"
-Based on true story-


Pagi itu berjalan seperti pagi pada biasanya, aku hanya tinggal berdua dengan ayahku di rumah. Kami memiliki kesibukan masing-masing, ayahku masih bekerja dan aku sebagai pekerja lepas, jadi aku lebih sering berada di rumah sendiri.

Rumahku adalah tipe rumah seperti rumah pada lainnya karena berada di perumahan kecil daerah Godean, Yogyakarta. Sebelah barat rumahku adalah rumah lawas milik warga kampung disini. Disebelah timur rumahku masih kebun bambu yang menjulang tinggi. Kebun bambu ini pernah beberapa kali diberi lampu oleh warga sekitar agar tidak begitu gelap saat malam hari. Tapi sayang...  Setiap kali diberi penerangan, tidak sampai 3 hari lampu selalu mendadak mati, bahkan beberapa kali pernah meledak tanpa sebab yang diketahui.

Suatu hari tukang listrik didatangkan, tidak ada masalah sama sekali baik dari alirannya atau faktor lainnya juga baik-baik saja.

"Ket biyen kene iki ra seneng pepadang.. " seorang Simbah menyeletuk saat aku dan warga sekitar memperbaiki lampu bersama tukang listriknya. ("dari dulu tempat ini tidak suka dengan penerangan.")

Aku sempat bertanya dengan salah satu warga mengenai siapa beliau, dia menjawab "mungkin warga kampung sekitar perumahan bawah". Tapi sepertinya tidak yakin karena mimik mukanya masih mengingat-ingat.

Setelah aku bertanya, aku mencoba mencari Simbah yang tadi, ia sudah tidak terlihat lagi diantara kami. Ah mungkin sudah pulang ke rumahnya pikirku.

Hari berlalu, sore mendung makin merapat, awan menghitam diiringi bunyi petir sahut menyahut. Hujan kali ini dimulai cukup deras dan berangin aku tengok ke luar jendela penasaran seperti apa deras hujan di luar.

Kusibakkan gorden di kamarku, daun pohon palem di depan rumahku beterbangan, bahkan seng yang menutupi garasi rumah tetangga depan rumahku sangat riuh.  Kemudian aku mengalihkan pandangan ke timur, ada sesuatu yang menarik pandanganku, diantara pohon-pohon bambu yang rimbun aku seperti melihat Simbah yang siang tadi.

Dia berjalan di tengah kebun bambu dengan memakai baju serba hitam, kain hitam seperti sarung, blangkon hitam, tanpa..
..tanpa menggunakan payung.

Ngapain dia disana sore hujan deras begini terlebih sudah tua terlihat dari raut mukanya, mungkin sekitar 70 tahunan.

Aku lihat jam pukul 17.36, bentar lagi maghrib dan gelap. Aku tutup gorden lalu bergegas mengambil payung untuk Simbah. Aku berjalan menuju kebun bambu, sayup-sayup aku mendengar sebuah tembang yang saat aku berjalan mendekat suaranya semakin jelas.

Hawya pegat ngudiya ronging budyayu,
Margane suka basuki,
Dimen luwar kang kinayun,
Kalising panggawe sisip,
Ingkang taberi prihatos..

Aku tidak mempedulikannya, itu pasti simbah tadi yang menembang, pikirku.

"mbah.. mbah.. mbah.. "
Aku panggil beliau tapi tidak ada jawaban, aku beranikan masuk ke kebon, meski kecil tapi cukup gelap dan ngeri ditambah hujan saat ini mengguyur.

Suara tembang masih...
....masih terdengar, aku berputas menyibakkan satu demi satu ranting atau daun yang menghalangi jalanku.

Sambil tetap memanggil, aku mencari keberadaan simbah tadi. Aku cari sumber suara tembangnya tapi simbah tidak kunjung kutemukan.

Sedang sibuk mencari lalu...
tiba-tiba,

"ngopo ning kene.. " sambil pundakku ditepuk.
Kaget dan aku menengok ke belakang.
Ternyata ayahku.

"mau nggoleki simbah-simbah mlebu kene kok raono.." jawabku sambil sedikit gemetar karena kaget. Herannya saat itu tembang sudah tidak lagi terdengar, aku pulang ke rumah membuntut ayah sambil sesekali menengok ke kebon tadi.

Saat tengokan ke 3 aku melihat simbah tadi menghadapku dengan pakaian serba hitam dan mata yang menyala kuning kehijauan.

Giginya menyeringai

Aku lari sejadi-jadinya menyusul ayahku masuk ke rumah..
“Kowe ki ngopo? “ (kamu kenapa?) tanya ayahku.

"kae aku mau ndelok simbah sing tak goleki, dadi medeni rupane.
(itu aku tadi lihat Simbah yang aku cari, mukanya jadi menakutkan.)

"kowe kakehan nonton film, adus kono. "
(kamu kebanyakan nonton film, sana mandi.) balas ayahku.

Mandi, makan malam, dan malam berlanjut seperti biasanya. Aku dan ayah juga tidak banyak bicara karena memang tipikal beliau kalau tidak diajak ngomong juga bakal diem aja. Malam berlalu kantuk mulai menggelayuti mata, lalu kuputuskan untuk tidur lebih cepat.

Jam 1 aku terbangun karena haus, sambil kriyip-kriyip aku menuju kulkas untuk ambil minum. Membuka pintu, berjalan pelan melewati kamar ayahku, aku mendengar suara berbisik dari dalam kamar ayah.

Ah mungkin sedang telepon seseorang, pikirku.
Aku lanjut berjalan menuju dapur ambil minum di kulkas.

Lagi minum kok ada bau melati.
Penasaran, aku cari sumber aromanya.
Pelan aku ikuti, masuk ke ruang tengah dan aroma itu menuju kamar ayah dengan pintu yang sedikit terbuka sedari tadi aku bangun, suara berbisik itu masih terdengar, aku coba untuk lebih hikmat mendengarkan.

Kurang lebih seperti ini,

"Ari-ari, Getih, Puser; sakehing kadangingsun kang ora katon lan ora karawatan, utawa kadangingsun kang metu saka ing margaina lan kang ora metu saka ing margaina,
...sarta kadangingsun kang metu barengan sadina, kabeh padha sampurna-a nirmala waluya ing kahanan jati dening kawasaningsun."

Entah apa yang dilafalkan, suasana disekitar kamar juga berbeda, bau melati semakin menyeruak, ditambah bau amis yang sepertinya aku tidak asing..

..ya aroma darah,

dari siluat kegelapan di dalam kamar aku melihat di depan ayahku sebuah keris yang berdiri menancap pada sebuah benda. Seperti boneka tapi seperti binatang tapi entahlah tidak jelas karena di dalam cukup gelap.. hanya terlihat siluet.

Dan sampai saat ini ayah mungkin tidak menyadariku ada disini, aku yang tengah fokus mendengarkan dan menerka apa yang ada di depan ayahku, tiba-tiba dari dalam ayah menghentak keras keris itu dan angin cukup kencang berhembus dari dalam kamar.

DUAAAARRR...

Pintu menutup dengan kencang, aku kaget dan masuk ke kamarku lagi. Menutup pintu sangat hati-hati supaya tidak terdengar dari kamar ayahku.

Aku naik ke ranjang dan mencubit tanganku.
Sakit, oh berarti ini bukan mimpi atau halusinasiku.
Tapi apa yang ayah lakukan?
Aku bertanya-tanya dan mencari tau apa.

Saking penasarannya aku coba mencuri dengar dari tembok yang menghubungkanku ke kamar ayah, tetapi tidak ada hasilnya.

Hanya bisik tidak jelas yang sangat pelan kudengarkan.
Aku menyerah.. Kembali ke ranjang tiba-tiba listrik di rumahku padam, aku coba tengok ke luar jendela, semua listrik tetangga juga padam.

Oh pemadaman bergilir pikirku..

Aku putuskan untuk tidur dari pada pusing bertanya-tanya sendiri.
Ketika aku siap tidur..

Cekrek..

Handel pintu kamarku ada yang membuka, aku cepat pura-pura tidur dengan masih sedikit mengintip.

Pintu dibuka,
Karena listrik padam jadi sangat gelap tidak terlihat apapun. Aku coba melirik lebih jeli, ada bayangan membentuk perawakan pria dewasa. Pasti ayahku kupikir, aku sedikit lega. Mungkin dia mengecek apakah aku lelap atau terbangun saat listrik padam tengah malam begini.

Tapi kok..
Bayangan itu mendekat, ini bukan perawakan ayahku, semakin mendekat...
badannya besar, gempal, sedikit membungkuk dan berbulu di seluruh tubuhnya. Tidak ada sorot mata yang memantul. Ini apa-ini siapa di dalam hatiku.

Aku hanya berdoa-berdoa dalam hati yang aku bisa sekenanya, dan mencoba tetap tenang agar tidak merasa bahwa aku sedang berpura-pura..
Bayangan itu semakin..

semakin dekat..

Aku merem, sedikit mengintip, dia tetap berjalan mendekatiku..
Dan
Lampu Hidup!

Wajahnya sudah di depanku, hitam penuh bulu, bertaring panjang, matanya tertutup bulu atau entah tanpa mata, dengusan nafasnya kencang, bau anyir darah sangat tercium. Aku ingin teriak seperti tertahan, ingin bergerak semua kaku.

Wajahnya berada tidak sampai sejengkal dari hadapanku, mulutnya terbuka dengan banyak darah di dalamnya, amis. Dia maju menuju mukaku dan hilang.. Saat dia hilang semua badanku kaku dan lemas.

Aku hanya bisa lemas tidak tahu harus bagaimana, sepanjang malam aku terjaga hingga matahari keluar. Saat pagi sudah cerah aku baru berani untuk keluar dari kamar dan aku lihat kamar ayahku masih tertutup. Belum selesai, dilanjut nanti nggih.

Sepanjang aku nulis ini anak selalu liatin pintu dan jendela, padahal gak ada apa apa. Nunggu dia tidur, nanti dilanjut lagi.

Matur nuwun.

Belum ada Komentar untuk "Ayahku Bukan Ayahku Part 1"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel