Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 20

Menunggu Kematian

Sebenarnya kisah ini ingin saya pendam, saya lupakan dan saya berharap ini hanyalah mimpi belaka. Tapi, sangat munafik bila saya berpikir demikian. Karena itu sama saja saya menganggap sahabat-sahabat, istri dan semua yang terlibat seakan mereka itu tidak nyata. Alhm. Gina (isteri) semasa hidup yang mendorong diri saya untuk menceritakan kisah ini.

BERPIKIR..MENCOBA BUNUH DIRI

Jangan lah ditiru, apa yang pernah saya lakukan. Selain merugikan diri sendiri juga membuat orang yang menyayangi kita sedih dan kecewa. Disamping itu juga DOSA BESAR.

Depresi itulah yang saya rasakan. Sepeninggal sahabat yang saya lakukan lebih banyak berdiam diri di dalam rumah. Membuka laptop melihat kenangan bersama mereka, ingin rasanya saya menghapus semua yang ada, tapi biar lah menjadi kenangan.

Tepat jam 02.00 aku terbangun dari tidur karena mendengar suara isak tangis di dalam kamar. Saya pikir salah dengar, tapi saya menyadari di kamar dan di dalam rumah ini cuma aku seorang. Kebetulan orang tua dan kakak sedang berada di luar kota.

fadli : siapa disana ? jangan ganggu saya !

Tak ku sangka omongan saya dijawab suara tawa wanita melengking terdengar di telinga. Saya bersandar pada ujung ranjang. Mata saya mencari suara tawa di gelapnya kamar yang lampunya saya matikan. Diri ini makin tambah kaget ketika selimut ku seperti ada yang menarik kebawah.

fadli : tolong jangan ganggu saya ! Pergi dari rumah saya !

Sejenak suara tawa yang tadi saya dengar hilang. Saya pikir hardikan ku cukup untuk mengusirnya. Ternyata tidak !

rumah kamu ?!! Hiihiihiihii

Kali ini yang saya dengar suaranya meninggi. Suara tawa nya seperti menertawai apa yang saya hardik barusan. Tidak mungkin saya mau berdebat ini rumah siapa, debat sama makhluk astral yang saya belum melihat keberadaannya? saya rasa tidak! saya masih waras.

Merasa ada ancaman di dalam kamar, saya lari keluar kamar ke arah ruang tamu, niatnya mau keluar rumah. Namun langkah ini terhenti karena di hadang. Di atas meja ruang tamu, yang tadinya cuma suaranya saja yang terdengar sekarang saya melihat sosoknya di kedua mata saya. Dia melayang.. tertawa menyeringai.. tatapan matanya seakan berkata,

"aku ada disini"

Perlahan saya mulai mundur. Keringat dingin mulai membanjiri muka ini. Membaca doa? Sangat ingin saya bisa membacanya. Tapi mulut dan tubuh ini tidak akan bisa menerimanya. Pingsan saja? Saya merasa di posisi yang tidak menguntungkan. Andai kalian merasakan apa yang saya rasakan pasti sangatlah tau kondisinya. Pengecut! Mungkin itu kata yang tepat buat saya. Selama ini saya menginginkan penampakan makhluk ghaib bukan? Kenapa disaat sudah menjumpainya seperti tidak ingin melihatnya ? Pengecut !

Lari! Itu yang saya lakukan. Keluar dari rumah ini. Setidaknya di luar mungkin jauh lebih aman. Itu di pikiran saya.

pak satpam : mas fadli kenapa kok kayak panik gitu ?

fadli : gak apa pak, cuma di dalam...

pak satpam : di dalam rumah ada apa mas ? maling kah ?

Sial... begitu keluar rumah saya mendapati pak satpam yang sedang patroli keliling komplek. Apa lagi dia melihat saya dalam kondisi ketakutan. Pak satpam ini benar-benar memperhatikan saya dari ujung rambut sampai kaki. Beliau merasa aneh dengan tingkah saya. Tapi saya tidak mungkin menceritakan apa yang barusan saya alami. kalau pun saya bercerita, pasti dikira saya mengada-ada.

Alangkah kagetnya saya ketika melihat sosok itu sekarang melayang di atas sepeda motor pak satpam. Sosok yang tadi ada di dalam rumah sekarang meneror saya di luar rumah! Hingga membuat badan ini terjengkang kebelakang. Saya jatuh merangkak menjauhinya. Tapi yang di lihat pak satpam, saya menjauhi dirinya dengan wajah ketakutan. Saya sebisa mungkin mencoba berdiri kemudian berlari. Tapi sebelum saya sampai bisa berlari, pak satpam langsung memegang saya dan membawa ke pos depan.

Kira-kira waktu subuh keluargaku datang membawa saya pulang ke rumah. Pak satpam menjelaskan tingkah laku saya yang beliau lihat. Berbagai macam pertanyaan diarahkan ke saya. Tapi percuma, kalau pun saya jelaskan, mereka pastinya tidak akan mempercayai nya.

mas freddy : bu kayaknya adekku sudah gak waras. Semenjak ditinggal teman-temannya kejiwaannya kayaknya terganggu.

ibu : huss..kamu itu mas nya, kok malah ngomong kayak gitu. Perkataannya itu lho di jaga !

Mendengar ucapan kakak saya rasanya tidak percaya. Kurang lebih berarti saya dikatakan gila. Entah lah..mungkin ucapan kakak saya benar, benar kalau saya sudah gila. Suara adzan terdengar (normalnya bergegas lah ke masjid), tapi saya langsung masuk kamar menutupi telinga karena terasa sedikit sakit. Ayah saya kembali ke pos satpam menanyakan sebenarnya apa yang dilihat sama pak satpam. Mungkin dipikirnya ayah saya, pak satpam belum menjelaskan keseluruhan.

Di dalam kamar, saya merenungkan diri saya sendiri. Tidak mengasihani diri ini tapi berpikir sekarang saya sudah sendiri. Percuma kalau terus-terusan begini. Rasanya ingin semua ini segera berakhir. Mau menunggu mati ? Kapan ? Saya akan bikin lebih cepat ! Mata ini langsung melirik cairan penyemprot obat nyamuk. Saya buka saya tuangkan ke dalam minuman susu sisa semalam.

fadli : teman, saya akan segera menyusul kalian disana !

Entah kesetanan apa yang jelas saya langsung meminumnya dan kejang-kejang. Rasanya gak karuan. Perut dan tenggorokan rasanya kayak kebakar. Dari tenggorakan seperti ada yang mau keluar ke mulut.

crazy..
i'm f*cking crazy
maybe just maybe
i'll make it alone...

Sekilas pandangan melihat mulut saya terpasang alat. Entah alat apa yang jelas untuk mengeluarkan cairan obat penyemprot nyamuk yang saya minum. Tangan saya juga terpasang infus, hidung saya terpasang alat oksigen, dibawah perut terpasang selang untuk buang urin. Mungkin saya tak sadarkan diri cukup lama. Yang jelas saya tau ini di rumah sakit. Lebih tepatnya di ruang ICU. Sebelum mata saya kembali terpejam, ternyata saya masih selamat.



Belum ada Komentar untuk "Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 20"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel