Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part side 0
Selasa, 19 Maret 2019
Tulis Komentar
Lawang sewu 1.0 (ending chapter lawang sewu)
Bangunan bersejarah peninggalan Belanda yang begitu mempesona daya pikat wisatawan baik dalam negeri mau pun luar negeri kini sudah di renovasi. Terlihat begitu bersih dan rapi semangkin tertatanya lingkungan lawang sewu sekarang ini. Di akhir pekan atau liburan nasional, loket tiket masuk ke lawang sewu pasti antri. Harga nya pun terjangkau. Begitu dapat tiket masuk, pengunjung harus melewati pemeriksaan tiket dari petugas setempat dan mendapatkan cap di tangan bertanda pengunjung. Pintu kecil otomatis langsung terbuka dengan sendirinya. Fasilitas di dalam lawang sewu ada toilet bersih, kantin dan mushola. Pengunjung yang datang ke lawang sewu juga bisa menyewa guide yang sudah di sediakan, ya hitung-hitung supaya tidak buta sejarah. Begitu cepat perubahan bangunan bersejarah ini semenjak diambil alih kembali oleh PT. KAI (Kereta Api Indonesia).
Semua berubah menjadi baik. Tapi lawang sewu kehilangan juru kunci yang seperti sudah menyatu dengan sejarah bangunan ini. Mbah Tunggak telah pulang ke rahmatullah pada tahun 2008/2009. Beliau di makamkan di makam pahlawan magelang.
Kini masyarakat melihat lawang sewu bukan lagi tujuan wisata horror. Melainkan menjadi wisata akhir pekan bersama keluarga. Sayangnya mereka (KAI) lupa sesuatu.. lupa siapa yang pernah menjaganya. Dan tepat di hari itu dengan cara tidak sengaja gw mengingatkannya.
Sabtu, 18 Mei 2017. Gw masih inget tanggal bulan dan tahunnya. Kebetulan ada beberapa teman dari jakarta datang ke semarang yang pengen mengunjungi ke lawang sewu. Meminta gw jadi guide mereka. Kami langsung janjian ketemu di TKP.
"Hai fadli. Wah tambah gemuk lo sekarang hehe" canda febi yang sudah menunggu di loket masuk lawang sewu bersama beberapa temannya. Mereka mesya, dila dan baskoro. Tiga cewek, satu cowok. Setelah saling berkenalan kami masuk ke lawang sewu.
"Fadli, kalau sekarang masih bisa masuk ke ruang bawah tanah apa enggak ya??" Tanya febi yang penasaran sama misteri ruang bawah tanah lawang sewu.
"Masih bisa kan bro?" Kali ini baskoro yang bertanya.
"Gw enggak tau masih bisa apa enggak. Soalnya semenjak lawang sewu dulu mulai tahap renovasi saja enggak bisa. Apa lagi sekarang yang pegang KAI pariwisata, mana boleh??" Dimana pun tempat pariwisata yang dulu nya itu horror kalau sudah di kelola sama instansi, demi keselamatan pengunjungnya tidak akan diperbolehkan memasuki area yang terlarang. Gw mencoba menjelaskan ke mereka. Nampak raut muka kecewa karena sekarang sudah tidak boleh masuk.
"Hmmm...tapi gw usahain deh, lu pada bisa masuk bagian dalam lawang sewu sampe ke lantai 3. Inget, jangan nawar lagi masuk ke ruang bawah tanah!" Ucap gw berharap mereka tidak kecewa karena sudah jauh-jauh datang. Ekspresi muka yang tadinya sedih/kecewa sekarang berubah menjadi gembira.
Di tengah-tengah halaman lawang sewu, lebih tepatnya dibawah pohon besar (yang menanem pohon ini mbah Tunggak dan mantan Presiden RI Bpk Soeharto) berteduh dari teriknya siang, mata ini mencari sosok yang gw kenal. Segera kaki ini melangkah menghampiri orang yang lagi nyapu ranting dan daun-daun jatuh.
"Mas tono (nama gw samarkan demi kenyamanan beliau bekerja), masih ingat gw?"
"Hmm..siapa ya? Oh ini...mas fadli??!" Bertanya balik ke gw memastikan bahwa yang ditebak oleh mas tono tidak salah orang.
"Betul mas gw fadli. Sudah lama ya mas kita enggak ketemu..." Gw dan mas tono saling memeluk melepas rindu. Maklum, semenjak mbah Tunggak meninggal, keluarga mbah Tunggak meninggalkan lawang sewu. Dan sejak itu gw sudah tidak bertemu dengan keluarga mbah Tunggak lagi. Mas Tono cerita ke gw kembali ke lawang sewu lagi setelah mengetahui lawang sewu membuka lowongan pekerjaan hanya untuk kerabat dan keluarga pengelola lawang sewu jaman dulu. Oh ya mas Tono ini salah satu keluarga/saudaranya mbah Tunggak. Sekarang mas Tono sudah berusia 35 tahun.
Gw cerita ke mas Tono niat gw dateng kesini. Mas Tono mendengarkan tiap kata keluar dari mulut gw dengan serius. Sesekali tatapan mas Tono berpaling menatap febi dan teman-temannya.
"Sekarang kondisinya berbeda mas. Tapi coba mas ngomong dulu sama orang KAI di dalam office. Mas fadli kan kenal sama mbah Tunggak sudah seperti anaknya sendiri. Disini cuma aku mas (yang masih keluarga mbah Tunggak). Lha yang disini gak ada yg mengenal mbah Tunggak lebih baik dari mas fadli."
Penjelasan mas tono ke gw.
Segera gw dan mas tono berjalan ke depan ke arah pemeriksaan tiket masuk lawang sewu. Gw berpesan sama teman-teman untuk menunggu dibawah pohon sampai gw kembali.
"Mbak ini ada salah satu keluarga terdekat mbah Tunggak (cucu nya) yang ingin ketemu sama pak Hendi (kepala pengelola lawang sewu dari KAI pariwisata. Nama gw samarkan)." Mas tono memperkenalkan gw ke salah satu petugas pemeriksaan tiket. Petugas ini juga dari KAI.
Petugas di depan gw mengambil hp dari saku celana nya, memalingkan muka dari gw dan mas tono, menelpon seseorang entah siapa yang di telfon. Gw tidak tau karena tidak mendengar percakapannya. Gw hanya bisa melihat tag nama nya, bernama Diah Ayu.
"Mas Tedi kamu antar mas ini ke kantor thamrin ya" ucap mbak diah ke petugas yang duduk disebelahnya.
Gw pamit sebentar meninggalkan mas Tono. mengikuti mas Tedi ke arah parkiran motor. Tak lupa gw mengucapkan terimakasih sama mbak Diah karena sudah dibantu.
"Mas identitas mu aku bawa dulu" ucap mas Tedi tiba di kantor thamrin meminta identitas gw.
Kurang lebih 20 menit lamanya gw menunggu di ruangan yang penuh dokumentasi sejarah kereta api. Sungguh luar biasa perubahan PT kereta api indonesia. Kagum gw.
Tak lama, mas Tedi mempersilahkan gw masuk ke dalam ruangan. Di pintu tertulis KAI dinas pariwisata.
"Siang pak, saya Fadli, maaf menyita waktu bapak" ucap gw menjabat tangan beliau menyapa nya. Gw lihat di meja tertulis nama Bpk. Hendi (nama gw samarkan).
"Silahkan duduk mas.." Ucapnya ramah. Ciri khas dari beliau yaitu murah senyum.
Gw menjelaskan niat kedatangan dan bertemu beliau untuk meminta ijinnya memasuki bangunan bersejarah yang berdiri megah di kota semarang.
"Mas fadli, akses masuk ke bagian dalam lawang sewu memang kami tutup untuk umum. Tentunya mas fadli tau alasannya. Kami tidak mau mengambil resiko lebih jauh. Kami ingin merubah pandangan masyarakat tentang lawang sewu. Lawang sewu bukan lah sekedar bangunan bersejarah yang horor, yang sering di dengar masyarakat. Tapi kami ingin merubah menjadi salah satu destinasi wisata masyarakat. Dan tempat itu, salah satu tempat bersejarah PT KAI. Kami ingin masyarakat mengenal lebih dekat tentang sejarah lawang sewu dan PT KAI".
Kurang lebih penjelasan pak Hendi seperti itu yang gw ingat.
"Bapak tau ada bangunan/ruangan yang memang tidak bisa dibuka sampai sekarang?" Tanya gw mencoba topik pembicaraan lain.
"Tau mas. Sampai saat ini kami tidak bisa membuka nya. Pintu nya terbuat dari *sensor* tentu tidak mungkin kami merusaknya. Bahkan ahli-ahli kunci yang kita panggil tidak bisa membuka nya" jawab pak Hendi. Kali ini tubuh beliau lebih condong ke depan tertarik dengan topik pembicaraan.
"Kuncinya yang bawa mbah Tunggak pak. Tapi sekarang saya tidak tau mbah Tunggak menyerahkan ke siapa sebelum meninggal. Saya dan beberapa temen pernah melihat kuncinya. Kunci pintunya juga terbuat dari *sensor*, berwarna hitam dan panjangnya kurang lebih seukuran pulpen"
Sejenak beliau menyandarkan kepala di kursi, mendangahkan kepala keatas, menghela nafas.
"Mas fadli, mas ini kan kenal mbah Tunggak, penjelasan dari petugas saya juga katanya mas fadli lebih kenal mbah Tunggak lebih baik dari mas Tono yang ada di lawang sewu sekarang ini. Saya minta coba mas fadli ceritakan informasi apa saja tentang lawang sewu dari mbah Tunggak sebelum beliau meninggal. Karena saya baru kenal lawang sewu dalam tanda kutip mas"
"Saya tidak mau kalau hanya bercerita itu. Tapi saya akan menceritakan bagaimana beliau hidup di lawang sewu"
"Sebentar..."
Tangan kanan pak Hendi meraih gagang telpon, jari telunjuknya menekan tiga angka yang berbeda. Entah siapa yang di hubungi beliau. Tapi dari tempat duduk yang berhadapan ini terdengar suara sambungan telpon.
"Mbak kalau ada yang cari saya, bilang bapak sudah tidak ada di tempat."
"Silahkan mas di lanjutkan.."
Belum ada Komentar untuk "Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part side 0"
Posting Komentar