Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 29
Jumat, 10 Januari 2020
Tulis Komentar
Masa masa KKN 1.2
Di rumah pak kades kami bertiga menjelaskan tujuan kami
datang kemari. Rahmat juga melampirkan surat ditujukan kepada Pak Kades dari
dekan fakultas Hukum. Pak kades ternyata juga sudah menerima surat
pemberitahuan dari fakultas kami.
Di kediaman beliau, kami diterima dengan sangat baik. Beliau
banyak bercerita tentang lingkungan desa nya. Di desa ini para penduduknya
bermata pencarian sebagai petani, peternak dan berkebun. Tapi banyak juga
yang merantau keluar dari desa.
Di desa ini juga hanya ada satu sekolah dasar, yakni SDN 1
******. Jumlah murid kelas VI melakukan ujian tahun ini total hanya 25 siswa.
Rata-rata setelah lulus SD, mereka tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMP.
Lulusan SD yang laki-laki bekerja membantu orangtua di ladang atau merantau ke luar
daerah. Sedangkan yang perempuan kebanyakan menikah diusia dini.
Lokasi yang jauh, membuat para guru SD yang mengajar di desa
itu terpaksa harus tinggal dan menginap di sekolah 5-6 hari. Setelah itu baru
pulang ke rumah masing-masing dan kembali mengajar pada hari Senin. Mereka tidur
berbarengan dalam satu kamar berukuran sekitar 12 meter persegi, itu diisi 3
sampai 4 orang. Tidak ada tempat tidur, namun kasur cukup digelar di lantai.
Sungguh pengabdian yang luar biasa yang telah kami dengar ceritanya dari pak
kades.
"Kami mendorong para orangtua agar anaknya mau belajar
sembilan tahun. Karena rata-rata mereka setelah lulus SD tidak melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi. Itu lah mas program yang sedang berjalan di desa
ini."
Pak kades menutup penjelasannya tentang lingkungan desa ini
dengan program yang disampaikan ke kami.
"Kalau program kerja selama kegiatan KKN kami disini
nanti, saya bisa diskusikan dengan bapak dulu?" Tanya Rahmat.
"Ya mas. Tentunya dari cerita saya barusan ini kalian
sudah punya gambaran program kerja apa yang bisa dilakukan disini." Jawab pak kades.
"Silahkan mas diminum kopi dan dimakan
camilannya.." Pak kades mempersilahkan kami dengan ramah.
"Lho..kok?" Saya agak sedikit heran. Karena suguhan pisang goreng yang
berada di piring tinggal dua biji doang. Ternyata Ivan yang memakan kelima
pisang goreng selama Pak Kades tadi bercerita. Dari mulutnya juga masih terlihat
dia mengunyah pisang goreng yang terakhir dia makan. Rahmat melihat Ivan cuma
geleng-geleng kepala heran sama satu anak ini. Ya mungkin karena Ivan lapar.
Kami bertiga malam ini menginap di rumah pak kades.
Kebetulan beliau juga menawarkan kami untuk beristirahat di rumahnya. Perjalanan
yang jauh dan melelahkan cukup menjelaskan semua kenapa kami tidak langsung
pulang ke Semarang.
Rumah pak kades ini cukup bagus diantara rumah penduduk desa
lainnya. Beliau mempunyai satu istri dan empat orang anak. Anak pertama dan
kedua merantau ke kota. Sedangkan anak ketiga dan ke empat masih disini
mengurusi peternakan dan kebun. Pak kades berpamitan pada kami, beliau ada
keperluan sebentar di salah satu warga penduduk desa nya.
"Kalau ada perlu apa-apa tinggal bilang ke Eko (anak
ketiga pak kades) saja mas.." Ucap pak kades meninggalkan kami di teras depan rumahnya.
"Jadi begini ya suasana desa yang benar-benar desa" Ucap Ivan melihat sekeliling di depannya yang gelap dan
jarak rumah antar warga berjauhan.
"Yah beginilah van... tapi udaranya enak betul ya" Balas Rahmat sambil merebahkan badan.
"Van, apa yang kamu lihat tadi yakin bukan manusia??" Tanya saya ke Ivan memastikan kembali.
"Sudah.. sudah.. jangan bicarain yang tadi. Ntar yang
ada malah dateng ke tempat ini lagi" sahut Rahmat diiringi hembusan nafasnya
yang panjang.
"Ya kalau manusia beneran tentu kalian berdua bakal
ngeliat lah. Nyatanya enggak kan??" Jawab Ivan.
Saya dan Rahmat diam tidak menjawab ucapan Ivan. Karena kami
memang tidak melihat apa yang dilihat oleh Ivan. Tapi kami berdua percaya kalau
Ivan ini tidak mengada-ngada. Apa lagi saya tau betul raut muka orang yang melihat
makhluk ghaib seperti apa. Dari yang pernah saya alami dan lihat sendiri.
"Lagian noh si Fadli juga punya pendamping" Ucap Ivan ditujukan ke saya.
"Lho van, kamu bisa liat??" Balas saya bertanya heran ke Ivan.
"Gw sih gak bisa liat apa yang dampingin lo Fad. Tapi
gw bisa merasakan aura nya. Kalau sekarang sih saya gak rasain
kehadirannya." Jawab Ivan menatap ke saya.
Saya agak sedikit kaget mendengar jawaban dari Ivan.
Ternyata ini anak mempunyai kelebihan. Dan dia juga tau bahwa saya mempunyai
pendamping. Selama ini saya mengenal Ivan hanya seorang teman kuliah yang
hobinya doyan main perempuan dan hiburan malam. Saya baru mengetahui sisi lain
Ivan pada malam itu. Di rumah pak kades.
"Cukup! Soal apa yang Ivan lihat dan apa yang dampingi
Fadli tolong jangan sampai teman-teman lainnya tau. Kita disini mau KKN. Bukan
merasakan teror!" Ucap Rahmat tegas ke kita berdua. Saya dan Ivan menganggukan
kepala setuju apa yang Rahmat katakan.
Pagi harinya kami berpamitan pulang sama pak kades dan
keluarganya. Perjalanan pulang ke Semarang saya yang menyetir. Di sepanjang
jalan pulang Rahmat sudah sibuk menulis agenda kegiatan kelompok kami nanti
disana. Sedangkan Ivan sibuk merokok dan meneguk congyang yang saya bawa. Saya
juga ikut meneguknya. Mana tahan euy sama congyang kalau gak ikut minum?
Haha..
Seminggu setelah kami survey ke tempat KKN, kami berkumpul
lagi di kantin teratai (tentu alumni fak.hukum kampus peleburan familiar sama
ini kantin) untuk membahas agenda kegiatan. Kebetulan hari H keberangkatan KKN
juga sudah dekat. Jadi semua kegiatan, membagi tugas dan besarnya iuran nanti
saat disana harus secepatnya disampaikan. Saya saat itu datang lebih awal.
Karena saya tidak mau terlihat ngaret di mata Desti hehe.
Belum ada Komentar untuk "Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 29"
Posting Komentar