Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 29

Masa masa KKN 1.2

Di rumah pak kades kami bertiga menjelaskan tujuan kami datang kemari. Rahmat juga melampirkan surat ditujukan kepada Pak Kades dari dekan fakultas Hukum. Pak kades ternyata juga sudah menerima surat pemberitahuan dari fakultas kami.

Di kediaman beliau, kami diterima dengan sangat baik. Beliau banyak bercerita tentang lingkungan desa nya. Di desa ini para penduduknya bermata pencarian sebagai petani, peternak dan berkebun. Tapi banyak juga yang merantau keluar dari desa.

Di desa ini juga hanya ada satu sekolah dasar, yakni SDN 1 ******. Jumlah murid kelas VI melakukan ujian tahun ini total hanya 25 siswa. Rata-rata setelah lulus SD, mereka tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMP. Lulusan SD yang laki-laki bekerja membantu orangtua di ladang atau merantau ke luar daerah. Sedangkan yang perempuan kebanyakan menikah diusia dini.

Lokasi yang jauh, membuat para guru SD yang mengajar di desa itu terpaksa harus tinggal dan menginap di sekolah 5-6 hari. Setelah itu baru pulang ke rumah masing-masing dan kembali mengajar pada hari Senin. Mereka tidur berbarengan dalam satu kamar berukuran sekitar 12 meter persegi, itu diisi 3 sampai 4 orang. Tidak ada tempat tidur, namun kasur cukup digelar di lantai. Sungguh pengabdian yang luar biasa yang telah kami dengar ceritanya dari pak kades.

"Kami mendorong para orangtua agar anaknya mau belajar sembilan tahun. Karena rata-rata mereka setelah lulus SD tidak melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Itu lah mas program yang sedang berjalan di desa ini."

Pak kades menutup penjelasannya tentang lingkungan desa ini dengan program yang disampaikan ke kami.

"Kalau program kerja selama kegiatan KKN kami disini nanti, saya bisa diskusikan dengan bapak dulu?" Tanya Rahmat.

"Ya mas. Tentunya dari cerita saya barusan ini kalian sudah punya gambaran program kerja apa yang bisa dilakukan disini." Jawab pak kades.

"Silahkan mas diminum kopi dan dimakan camilannya.." Pak kades mempersilahkan kami dengan ramah.

"Lho..kok?" Saya agak sedikit heran. Karena suguhan pisang goreng yang berada di piring tinggal dua biji doang. Ternyata Ivan yang memakan kelima pisang goreng selama Pak Kades tadi bercerita. Dari mulutnya juga masih terlihat dia mengunyah pisang goreng yang terakhir dia makan. Rahmat melihat Ivan cuma geleng-geleng kepala heran sama satu anak ini. Ya mungkin karena Ivan lapar.

Kami bertiga malam ini menginap di rumah pak kades. Kebetulan beliau juga menawarkan kami untuk beristirahat di rumahnya. Perjalanan yang jauh dan melelahkan cukup menjelaskan semua kenapa kami tidak langsung pulang ke Semarang.

Rumah pak kades ini cukup bagus diantara rumah penduduk desa lainnya. Beliau mempunyai satu istri dan empat orang anak. Anak pertama dan kedua merantau ke kota. Sedangkan anak ketiga dan ke empat masih disini mengurusi peternakan dan kebun. Pak kades berpamitan pada kami, beliau ada keperluan sebentar di salah satu warga penduduk desa nya.

"Kalau ada perlu apa-apa tinggal bilang ke Eko (anak ketiga pak kades) saja mas.." Ucap pak kades meninggalkan kami di teras depan rumahnya.

"Jadi begini ya suasana desa yang benar-benar desa" Ucap Ivan melihat sekeliling di depannya yang gelap dan jarak rumah antar warga berjauhan.

"Yah beginilah van... tapi udaranya enak betul ya" Balas Rahmat sambil merebahkan badan.

"Van, apa yang kamu lihat tadi yakin bukan manusia??" Tanya saya ke Ivan memastikan kembali.

"Sudah.. sudah.. jangan bicarain yang tadi. Ntar yang ada malah dateng ke tempat ini lagi" sahut Rahmat diiringi hembusan nafasnya yang panjang.

"Ya kalau manusia beneran tentu kalian berdua bakal ngeliat lah. Nyatanya enggak kan??" Jawab Ivan.

Saya dan Rahmat diam tidak menjawab ucapan Ivan. Karena kami memang tidak melihat apa yang dilihat oleh Ivan. Tapi kami berdua percaya kalau Ivan ini tidak mengada-ngada. Apa lagi saya tau betul raut muka orang yang melihat makhluk ghaib seperti apa. Dari yang pernah saya alami dan lihat sendiri.

"Lagian noh si Fadli juga punya pendamping" Ucap Ivan ditujukan ke saya.

"Lho van, kamu bisa liat??" Balas saya bertanya heran ke Ivan.

"Gw sih gak bisa liat apa yang dampingin lo Fad. Tapi gw bisa merasakan aura nya. Kalau sekarang sih saya gak rasain kehadirannya." Jawab Ivan menatap ke saya.

Saya agak sedikit kaget mendengar jawaban dari Ivan. Ternyata ini anak mempunyai kelebihan. Dan dia juga tau bahwa saya mempunyai pendamping. Selama ini saya mengenal Ivan hanya seorang teman kuliah yang hobinya doyan main perempuan dan hiburan malam. Saya baru mengetahui sisi lain Ivan pada malam itu. Di rumah pak kades.

"Cukup! Soal apa yang Ivan lihat dan apa yang dampingi Fadli tolong jangan sampai teman-teman lainnya tau. Kita disini mau KKN. Bukan merasakan teror!" Ucap Rahmat tegas ke kita berdua. Saya dan Ivan menganggukan kepala setuju apa yang Rahmat katakan.

Pagi harinya kami berpamitan pulang sama pak kades dan keluarganya. Perjalanan pulang ke Semarang saya yang menyetir. Di sepanjang jalan pulang Rahmat sudah sibuk menulis agenda kegiatan kelompok kami nanti disana. Sedangkan Ivan sibuk merokok dan meneguk congyang yang saya bawa. Saya juga ikut meneguknya. Mana tahan euy sama congyang kalau gak ikut minum? Haha..

Seminggu setelah kami survey ke tempat KKN, kami berkumpul lagi di kantin teratai (tentu alumni fak.hukum kampus peleburan familiar sama ini kantin) untuk membahas agenda kegiatan. Kebetulan hari H keberangkatan KKN juga sudah dekat. Jadi semua kegiatan, membagi tugas dan besarnya iuran nanti saat disana harus secepatnya disampaikan. Saya saat itu datang lebih awal. Karena saya tidak mau terlihat ngaret di mata Desti hehe.

TAMAT
Part 1.2 yang sudah saya tulis tapi belum selesai. Tetap saya share untuk yang terakhir kalinya. Ini update terakhir. CERITA INI SAYA CLOSED KARENA BEBERAPA HAL MOHON MAAF SEBESAR-BESARNYA.

Belum ada Komentar untuk "Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 29"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel