Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 23

Warisan 1.1

Waktu terus berjalan.. getir hati yang ku rasakan sudah ku singkirkan. Kini hari berganti hari ku lalui tanpa Gina. Tanpa seorang pendamping yang tulus mengerti akan kondisi ku. Tapi sekarang aku sudah menyingkirkan. Secepat itu kah aku melupakan kasih sayangnya? Ya, benar, secepat itu!

Seiring berjalannya waktu, saya menjadi mengerti bahwa tidak ada sosok yang seperti Gina. Tapi semua sudah terlambat dan nasi sudah menjadi bubur. Setelah dua bulan kecelakaan yang di alami Gina, Gina dijodohkan keluarganya. Saya menerima undangannya. Gina dan calon suaminya sendiri yang memberikan undangan acara akad dan resepsi ke saya. Langkah dan lembaran baru bagi Gina. Saya harus merelakannya.

Bisnis yang saya jalankan juga berjalan lancar. Selain mendapatkan modal dari warisan, saya mendapatkan modal dari bank. Menikmati? Ya saya saat itu menikmati uang haram yang mengalir. Saya tidak mau munafik atas hal itu. Tapi saya masih menutupi rapat-rapat ke keluarga. Kalau ditanya kok bisa semudah ini jalannya? Saya menjawab ya begini lah kalau mau bekerja keras dan ulet. Sungguh kebohongan semua yang saya ucapkan.

Saya tenggelam dalam gemerlapnya duniawi. Saya makin menjauh dari sang pencipta. Makin melupakannya.. tapi malah makin menikmati hasil haram duniawi ini. Sungguh saya adalah salah satu orang yang akan merugi dikemudian hari. Karena apa yang saya perbuat di dunia maka harus saya pertanggung jawabkan di kehidupan selanjutnya. Tak satu pun orang yang dapat menjamin dirinya. Semua akan terhakimi. Tiada dusta diri yang tak terhakimi. Itu pasti..

"Mas...kok baru kelihatan? Ambil barang-barangnya bapak yang masih di kantor ya?" Ucap pak Giyono yang tanpa saya sadari sudah berdiri dibelakang saya.

"Eh...bapak"

"Iya ni pak baru sempat ke kantor alm.bapak buat ambil barang-barang" jawab saya menyalami beliau.

Semua mata di ruangan lantai 3 gedung berlian Prov.Jateng tertuju kepada saya. Mungkin mereka (rekan kerja alm.bpk) melihat saya seperti melihat sosok almarhum yang sedang berdiri disamping meja merapikan barang-barang.

"Mas Fadli lupa sama tawaran saya?"

"Oh...tawaran sowan (bertamu) ke rumah pak Giyono ya?" Jawab saya berlagak mengingat apa yang dimaksud tawaran tersebut.

"Hmmm....kalau apa yang saya ucapkan gak penting, maka saya gak akan pernah bilang mas"

Kali ini ucapan beliau agak sedikit berbisik dengan mimik muka yang serius.

"Ya pak, nanti malam habis isya saya sowan (bertamu) ke rumah bapak"

Beliau berpesan ke saya, saya harus datang sendirian ke rumah beliau. Tak lama kemudian beliau pamit karena sebentar lagi mengikuti sidang paripurna.

Tepat pukul 19.00 WIB saya berangkat menuju ke rumah pak Giyono. Jarak yang saya tempuh cukup jauh karena rumah pak Giyono berada di perbatasan kota Semarang. Lebih tepatnya di daerah Semarang Timur.

"Kayaknya ini rumahnya"
Ucap saya pada diri sendiri setelah yakin rumah yang saya tuju tidak salah. Saya menekan bell di pintu depan rumahnya. Tak lama kemudian ada yang membukanya. Wajah yang familiar bagi saya. Wajah yang tidak begitu terlihat tua, kumis yang khas, dan memakai kopiah. Pak Giyono sendiri yang membuka pintu.

"Sudah lama ya mas menunggu?" Sapa beliau basa basi.

"Ah enggak kok pak, barusan sekali mencet bell sudah dibukain bapak" jawab saya.

"Mari mas masuk... terakhir main kesini sama bapak ngasih undangan mas Fadli nikahan itu ya mas?" Ucap beliau sambil berjalan memasuki rumah membelakangi saya.

"Iya pak, betul.."
Jawab saya sambil melihat halaman rumah beliau ada yang sedikit berbeda. Biasanya saya melihat ada kandang ular yang lumayan besar di pekarangan rumahnya.

Pak giyono orangnya selain kejawen dan suka aneka satwa juga sangat menyukai gebyok dan ukiran kayu jati. Terlihat hampir yang menempel di rumahnya semua terbuat dari kayu jati. Lukisan dan beberapa tokoh wayang di ruang tamu juga menunjukan kecintaan beliau terhadap seni. Saat itu di rumah pak Giyono hanya ada beliau, sopir pribadinya dan pembantu rumah tangga. Kebetulan keluarga (istri dan anak-anak beliau) sedang pergi berlibur.

"Mas mau minum apa? Ning kene ora ono congyang hehe (disini tidak ada congyang alias minuman keras)" ucap beliau menawarkan keramahannya sambil bercanda.

"Air putih saja pak.." jawab saya

"Mosok adoh-adoh kok ngombe toyo petak! Duh gusti... wedangan wae ya? (Masak jauh-jauh kok minum air putih! Aduh Tuhan... minum yg hangat-hangat aja ya?)"

"Mbak...! Beliin wedang ronde di depan gang sana. Sama beli martabak"
Beliau menyuruh mbak Rewang untuk memberi suguhan tamunya (saya).

"Duh pak kok repot-repot sih..."
Saya merasa sungkan atas jamuan beliau.

"Repot piye? Nek sampeyan jaluk e dijamu ning tempat pijet lha kui baru ngerepoti (repot gmn? Kalau kamu mintanya dijamu di tempat pijet lha itu baru ngerepotin)"

"Asu...hahahahaa"

"Huahahahaaa lha ngono (begitu) lho kayak bapak mu. Aku seneng kalau kamu ceplas ceplos kayak alm.bapak"
beliau tertawa karena ucapannya membuat saya dongkol.

Ya omongan saya memang ceplas ceplos. Bukan saya tidak menghormati atau tidak sopan ke beliau yang lebih tua dengan saya berucap seperti itu. Tapi kedekatan emosional keluarga saya dan beliaulah yang menjadi seperti tidak ada batas.

"Begini mas Fadli, tujuan bapak mengundang mas Fadli ke rumah bukan untuk sekedar guyonan saja. Ada yang harus bapak sampaikan..."

Ucapan dan mimik muka pak Giyono berubah 180 derajat. Yang tadi masih bercanda, sekarang berubah serius.

"Bisa dikatakan ini warisan mas.. warisan dari bapak mas Fadli, entah mas Fadli siap atau tidak siap, bisa melihat atau tidak, tapi ini tetap harus di berikan ke garis keturunan keluarga Alm.bapak mas Fadli"

"Maksud bapak apa ?"
Tanya saya ke beliau karena belum mengerti maksudnya.
"Kalau ini kebaikan mas Fadli mau menerima? Tapi kalau ini masih samar, apa mas Fadli juga mau menerima??" Ucap beliau.
bersambung..

Nb : untuk part warisan memang sengaja saya updatenya enggak panjang. Daya ingat saya yang agak sedikit lupa di bagian ini. Tapi saya berusaha mengingat sedetail mungkin. Jadi mohon di maklumi yaa... Part selanjutnya yang akan saya update mari kita flashback sejenak ke cerita gina 1.2 disini (cerita sebelumnya gina 1.1 disini)



Belum ada Komentar untuk "Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 23"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel