Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 16
Kamis, 14 Maret 2019
Tulis Komentar
Desa Randu 1.3
Part Reza
"Za bangun za..!"
gw berusaha membangunkan reza yang masih tertidur pulas.
"Nak fadli, teh nya di minium dulu, mumpung masih anget. Temannya nak fadli biar istirahat dulu."
Ucap pak haji Khalid (nama gw samarkan) pemilik rumah yang menolong kami. Berusia kurang lebih 60 tahun, sopan, berwibawa, bijaksana dan selalu mengenakan seperti sorban di kepala nya (entah nama nya sorban atau apa gw enggak tau hehe). Itu lah yang gw lihat dari sosok beliau. Beliau juga punya ponpes di desa randu. Di desa randu beliau di panggil pak kiyai. Tapi beliau selalu menolaknya. Cukup pak Khalid saja. Walaupun begitu banyak warga desa maupun murid ponpes tetap manggil pak kiyai.
Gw ikutin langkah beliau meninggalkan Reza di dalam kamar menuju ruang tamu. Di ruang tamu sudah ada andi, doni, alan, bayu dan beberapa anak santri. Para santri pak haji khalid lah yang menolong gw dan temen-temen semalem.
"Ayo mas-mas nya, silahkan di minum sama di makan jajanannya. Maaf lho nak, ini jajanan desa. Sarapannya nanti dulu ya, Lagi di belanjain ke pasar dulu sama anak-anak"
Dengan ramah pak Khalid mempersilahkan. Gw dan temen-temen masih terlihat sungkan karena kebaikan beliau yang begitu tulus menerima kami selayaknya keluarga/saudara dekatnya. Bukan sebagai tamu.
"Pak haji, maaf saya mau tanya.."
"Heh panggil pak Khalid saja nak,"
Ucap beliau membenarkan.
"Maaf pak kiyai, saya mau tanya, sebenarnya apa yang terjadi sama teman saya reza?"
"Hmm..nanti saja ngobrolnya habis sarapan"
"Maaf pak kiyai, sekarang saja, soalnya saya benar-benar khawatir pak"
Gw memohon ke pak kiyai dengan iba (temen-temen gw saat ngeliat gw memohon penjelasan dari pak kiyai cuman nundukin kepala. Kalau inget itu rasanya pengen gw gampar satu-satu)
"Apa yang nak fadli khawatirkan? Kalau hati nak fadli sering merasa gusar, perbanyak lah istighfar. Hati itu bisa dibolak-balikan oleh ALLAH nak. Semua itu berawal dari hati. Selalu minta lah perlindungan dan memohon hanya pada ALLAH. Apa yang ALLAH seru aku ikut! Katakan lah hal tersebut kepada hati. Ridho Allah jalan mu akan selalu di jalan yang benar."
Mendengar sedikit ceramah dari beliau, gw hanya diam, malu, dan sedikit menundukkan kepala.
"Mengenai kondisi teman nak fadli, nak reza baik-baik saja. Dia hanya syok atas apa yang menimpa nya. Lantas apa yang membawa nak fadli dan teman-teman pergi ke tempat seperti itu?" Lanjut beliau bertanya.
"Ehmm..kami, hanya..penasaran sama makhluk ghaib pak kiyai"
Jawab gw pelan duduk di samping beliau.
"Astagfirullah...nak, disitu terkenal tempat pesugihan. Bapak sudah berusaha membongkar, tapi tetap saja yang datang kesitu masih banyak. Akhirnya bapak tiap malam menyuruh empat orang santri yang berjaga bergantian di perempatan sebelum jalan ke arah tempat tersebut. Supaya apa? Supaya menghalangi orang yang mau ke tempat itu. Biar tidak menyekutukan ALLAH ! Nah kebetulan ke empat anak saya ini datang setelah rombongan mas fadli dan teman-teman ini masuk. Biasanya juga kami halangi pakai bambu disilangkan menutupi jalan nak. Maaf nak, kami telat"
Mulut ini tidak bisa berkata apa-apa. Sungguh beliau orang yang bijak. Dalam kondisi seperti itu beliau beranggapan semua itu kesalahan beliau. Sama sekali tidak menyalahkan kami. Hanya menasehati kami.
"Nak, ngobrolnya di lanjut nanti lagi saja ya. Silahkan istirahat disini dulu. Bapak mau ke tempat salah satu warga pemilik sawah tempat kejadian semalem" ucap beliau berpamitan ke kami semua.
Gw dan temen-temen hanya diam saling pandang. Setelah apa yang terjadi semalem sampai mengacak-acak salah satu sawah milik warga desa. Alan juga hanya terdiam menundukan kepala.
"Pak kiyai kami minta maaf atas kejadian semalem di sawah"
ucap gw ikut berdiri mengantar beliau keluar rumah.
"Kami yang salah nak, kami yang terlambat. Tapi salah satu teman kamu (doni) lari sampai ke arah perempatan nak. Minta pertolongan. Padahal rumah penduduk desa dari perempatan itu masih jauh. Untungnya ada 4 santri yang berjaga disitu"
"Ya sudah, kalian disini dulu istirahat, nanti kalau sarapannya sudah siap silahkan makan dulu" lanjut beliau pamit di dampingi dua santri nya.
Sementara di kamar reza sudah terbangun, keluar kamar mencari keberadaan kami.
"Fad.."
"Sini za duduk dulu ngeteh sama temen-temen"
Posisi duduk kami melingkar, semua masih terdiam, belum ada yang memulai obrolan. Gw juga enggak bertanya pada reza apa yang telah di alaminya. Pikir gw biar reza sendiri yang mulai bercerita. Temen-temen yang lain nampaknya juga sepemikiran sama gw.
"Fad semalem fad, aku liat adekku berdiri di seberang sendang tempat aku duduk di padepokan, melambaikan tangan ke arahku. Kaget aku fad melihat adekku yang sudah almarhum datang nyamperin aku. Dulu tidak pernah sama sekali. Bahkan lewat mimpi pun tidak! Mungkin hampir ada aku 5 menitan melihatnya. Penasaran aku samperin. Begitu aku samperin lha kok malah lari masuk ke hutan, aku ikutin. Lama-lama sosok yang menyerupai adekku ini berubah fad.."
Reza mencoba menenangkan dirinya sendiri dengan meminum teh hangat yang masih dipegang tangannya. Setelah dirasa cukup, reza melanjutkan ceritanya.
"Sosoknya berubah fad..berubah menjadi laki-laki tua pakai baju hitam, pokoknya serba hitam lah. Terus sosok itu membalikan badan menatapku berbicara, KALIAN DISINI BUKAN LAH TAMU KU!! MATI KALIAN SEMUA!!!"
Gw dan temen-temen yang mendengar penjelasan dari reza langsung bergidik ngeri lagi. Bahkan sangking kagetnya, andi menumpahkan minumannya. Gw yang mendengar penjelasan dari reza malah jadi menyesal dan berpikir harusnya reza tidak menceritakan hal tersebut.
(Sumpah pas ngetik kata-kata diatas dari penjelasan reza rasanya merinding lagi. Tadi si reza sempet datang ke RS nengokin fara. oya fara subuh itu masuk ke rumah sakit tanggal 27/10/17. Kita sudah lama enggak ketemu, eh begitu ketemu sama ane yang diomongin soal desa randu. Sempet suasana haru tadi sama reza mengingat perjalanan kami semua. Tapi suasana haru berubah jadi merinding setelah mendengar cerita reza bisa tiba di RS. Kira-kira begini obrolan gw sama reza tadi di RS.
Gw : za kangen gw sama lo. Jangan jauh-jauh za dari hidup gw. Lo salah satu sahabat gw.
Reza : Halah apaan sih. Udah lama ya kita enggak ketemu?? Aku kesini denger kabar fara sakit, makanya pulang kerja aku langsung kesini.
Gw : denger dari siapa za? Kan gw enggak kasih kabar ke siapa-siapa.
Reza : dari kamu sendiri tadi malem kan sampeyan telpon aku jam 3 pagi. Ngomong fara sakit, di rawat di RS ini, ruang ini dan nomor kamar ini. Untung aku pas shift jaga.
Gw : za lu jangan bercanda deh. Mana coba lihat!
Reza : nih.. *nunjukin panggilan masuknya dari hp nya ke gw. Di panggilan masuk tertulis nama fadli simpati. Gw lihat nomornya itu simpati gw jaman dulu yang udah lama banget gak aktif.
Gw : heh za! Lu punya nomor gw berapa???
Reza : dua kan? Nomor kamu kan simpati sama satunya kartu halo yang belakangnya 168.
Gw : fadli simpati itu kan yang masuk di panggilan hp lu, sekarang coba deh lu telpon lg. Di loudspeaker sekalian.
Reza : ... *tanpa menanyakan ke gw lagi langsung telpon ke nomor itu. Nomor yang kasih kabar ke reza.
Suara loudspeaker dari hp reza : nomor yang anda putar salah... silahkan periksa kembali nomor tujuan anda.
Padahal itu jelas-jelas nomor gw yang dulu! Dan udah lama enggak aktif. Udah hampir ada 5 tahunan mungkin. Jadi nomor gw yang masih aktif itu yang kartu halo.
Reza : asu...di telpon sama demit nih aku!
Gw : hapus nomor gw za yang itu!
Reza : nama kontaknya aja yang aku ganti. Aku ganti demit asu!
Gw : terserah! Haha
Lanjut ke cerita...)
Begitu dengar ucapan yang begitu keras dan mengancam posisi reza hampir terjatuh. Tapi untungnya reza masih bisa mengendalikan diri. Dengan kondisi ketakutan reza berusaha memanggil-manggil nama kami. Tapi tidak ada satu pun yang mendengarnya. Rasa ketakutan yang di alami reza membuat dirinya tak sadarkan diri begitu sampai padepokan.
Belum ada Komentar untuk "Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 16"
Posting Komentar