Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 12
Kamis, 07 Maret 2019
Tulis Komentar
Peringatan Pertama dan Mengenal Dirinya
Peringatan pertama
Syukuran kecil-kecilan yang di hadiri mbah tunggak berjalan lancar. Satu ekor ayam kami santap bersama, dua ekor ayam buat mbah tunggak dan keluarga. Mbah tunggak juga tidak bisa lama-lama disini, mengingat mbah tunggak adalah juru kunci lawang sewu.
"Fad kita tidur rumah kamu ya?" Ucap beni mewakili ketiga sahabat gw lainnya.
"Beres! Lagian ada yang mau gw sampaikan ke kamu (beni) dan farid" andi dan doni yang mendengar ucapan gw hanya senyum kecil. Sedangkan beni dan farid bingung soal apa yang mau gw sampaikan ke mereka berdua.
"Jadi gini, tadi perjalanan pulang ke rumah, gw andi dan doni mampir ke suatu tempat. Lebih tepatnya kami bertiga menemukan lokasi baru" ucap gw mencoba menjelaskan ke mereka.
"Tempat? Maksudnya tempaat apaan?" Jawab beni menarik alis. Sedangkan farid keliatan diam tapi mikir.
"Ndi tunjukan foto yang tadi kamu ambil ke mereka berdua" perintah gw ke andi mengeluarkan hp menunjukan yang di maksud ke beni dan farid. Dan gw menjelaskan lebih detail soal itu tempat ke mereka berdua.
"Hah gila lu fad! Jadi itu tempat pesugihan?? Di tengah hutan pula! Enggak ah kali ini" beni tidak setuju. Begitu pula farid satu pintu dengan beni.
Gw memaklumi kalau mereka berdua ketakutan dan tidak mau ikut. Mereka berdua masih trauma kejadian lawang sewu dan apa yang mereka alami seminggu yang lalu. Tapi gw, andi dan doni di landa rasa penasaran yang besar melangkah lebih lanjut. Terpaksa gw harus nyari pengganti beni dan farid untuk perjalanan kali ini.
Gw dan temen-temen tidur bareng di kamar gw yang enggak begitu besar tapi bejubel laki atau batangan semua. Untung kami normal.

"Tuan jangan pergi kesana" sosok wanita berbicara di dalam mimpi gw, dia tinggi bercahaya dan berdiri membelakangiku.
"Dimana ini? Siapa kamu?" Tanyaku heran. Karena gw sama sekali tidak mengenal tempat ini. Gw juga enggak kenal siapa dia. Tapi entah kenapa gw sama sekali tidak merasakan ketakutan dengan sosok wanita yang berdiri membelakangiku.
"Saya hanya bisa memberikan peringatan kepada tuan. Saya tidak bisa melindungi tuan" dia tidak menjawab pertanyaanku, hanya memberi peringatan, kemudian menghilang.
"Hhhaaaahhh..." Terbangun gw dari mimpi dalam kondisi keringat mengucur deras.
"Siapa dia? Kok panggil gw tuan??" Ucap gw sambil mengatur nafas.
Baru pertama kalinya gw merasa tidak ketakutan melihat salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang tidak diharap dilihat oleh keturanan Adam. Walaupun yang gw lihat sebatas mimpi.
Mengenal dirinya
Liburan kenaikan kelas cukup membosankan bagi gw. Hidup di tengah lingkungan lokalisasi tidak banyak yang bisa gw lakukan selain melihat transaksi lendir silih berganti. Gw cukup banyak mengenal penghuni di kanan-kiri rumah. Salah satunya mbak desi yang sering gw kunjungi tempatnya hanya sekedar bertamu. Mbak desi ini perantauan dari jawa barat. Orangnya ramah dan tamu nya lumayan banyak.
"Lagi enggak ada tamu mbak?" Sapa gw berdiri di depan rumahnya yang menjadi tempat mbak desi bekerja.
"Eh mas fadli, sini mas duduk. Temenin aku ngobrol" jawab mbak desi dengan logat sunda yang masih kental.
"Tumben nih mbak di rumah ini cuma ada mbak desi yang duduk di depan" ucap gw yang melihat sekitar tidak ada wanita selain mbak desi.
"Lagi pada dapat tamu mas di dalam." Jawab mbak desi sambil menawarkan rokok ke gw.
"Aku lagi males nerima tamu mas. Lagian masih sore" ucap mbak desi diikuti hembusan asap rokok.
Mbak desi ini salah satu primadona di tempatnya. Wajah cantik, tubuh ideal, kulit putih bersih, membuat banyak orang yang berlalu lalang seringkali menawarnya. Tapi kadang tidak cocoknya harga membuat para penjaja meninggalkannya, berharap di panggil kembali oleh mbak desi. Seperti penjual di pasar. Tapi hal tersebut tidak berlaku bagi mbak desi. Yang diminta harga segitu ya segitu.
"Main sama aku yuk mas.." Ucapan mbak desi sambil menoleh tersenyum kearahku. Tentu yang dimaksud disini main kuda-kudaan.
Rejeki anak gang 2 bersambut (kalau gw sebut rejeki anak soleh rasanya kurang pas dan memang gak pantas). Dapet rejeki kok ditolak? Kapan lagi gratisan! Diajak masuk lah gw ke tempat mbak desi. Gw disuruh bersihin diri dulu di kamar mandi. Setelah bersih, gw nyusul mbak desi masuk ke kamar.
"Lho kok ada dua orang?" Kata gw dalam hati begitu memasuki kamar mbak desi, gw liat ada dua wanita di dalam kamar. Mbak desi posisi udah diatas ranjang. Sedangkan satunya berdiri di sebelah ranjang menatapku dengan senyuman juga.
"Tuan, tinggalkan kamar ini" perintahnya ke gw. Mulutnya memang tidak berbicara tapi gw bisa mendengar dengan jelas di telinga ini.
Mbak desi heran melihat gw hanya berdiri mematung di daun pintu. Saat itu juga gw langsung keluar dari tempat mbak desi. Terdengar beberapa kali mbak desi memanggil namaku. Tapi tidak gw hirau kan.
"Sialan! Mau dapet rejeki ada aja hambatannya" ngomong sama diri sendiri.
Tapi kali ini gw bertatapan langsung dengan dirinya. Kecantikan dan kesempurnaan fisiknya melebihi mbak desi. Bahkan bisa gw bilang melebihi wanita mana pun. Sosok wanita yang memanggil gw "tuan" lumayan tinggi mungkin sekitar 170an, penampilannya menggunakan long dress warna krem, wajahnya tidak 'dingin', rambutnya berwarna putih tapi bukan warna rambut putih uban, kulitnya putih bersih, mata nya sungguh indah, intinya wujud sangat sempurna yang pernah gw lihat. Senyumnya juga tidak bisa gw lupakan.
"Dia yang datang di mimpiku? Secantik itu kah??" Gw berbicara pada diri sendiri di dalam kamar. Dan hampir terjatuh dari atas ranjang ketika gw mendapat jawaban.
"Benar tuan, kita berjumpa di mimpi. Aku mengikuti di saat tuan mengunjungiku. Aku bukan lah seperti mereka yang ingkar kepada Tuhan." Kali ini hanya suara yang gw dengar. Gw melihat di sekeliling kamar tidak ada sosoknya.
"Wes edan iki aku!" Gw lari keluar kamar merasa tidak percaya dengan apa yang barusan gw dengar.
Belum ada Komentar untuk "Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 12"
Posting Komentar