Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 5

Lawang Sewu part 3

Pahlawan

Semua kepala mendangak kearah atas, melihat kegelapan tangga berputar yang mengarah pada kegelapan lantai 3 lawang sewu. Salah satu akses menuju lantai 3 harus menaiki anak tangga berputar peninggalan belanda. Disini akan merasakan sensasinya sendiri, tangga berputar yang terasa bergoyang goyang. Kali ini tidak ada yang takut. mungkin makin terbiasa lebih tepatnya.

Sampai di lantai 3 struktur baja atap bangunan lawang sewu terlihat kokoh. Memang tidak terlalu gelap, karena adanya cahaya penerangan jalan pemuda yang terbias masuk ke ruangan ini.

"Oo ini aula ya mbah?" Tanya gw sambil melihat sekeliling. Secara tiba andi mengambil gambar melalu kamera yang dipegangnya.

"Jepret jepret jepret" lampu flash kamera juga menyala secara beruntun.

"Ojo!!" Teriak mbah Tunggak yang lupa memberi peringatan ke kami. Dan kita juga lupa meminta ijinnya terlebih dahulu boleh apa enggak.

Andi menoleh kearah mbah Tunggak seperti merasa tidak bersalah. Tatapan andi berubah seperti merasakan ada yang memegang kaki nya. Dan benar saja andi terseret hingga terbentur tembok di ujung aula. Disusul beni mengalami hal serupa. Gw yang lihat kondisi beni jatuh dan terseret sebenarnya mencoba meraih tangan beni. Namun mbah Tunggak mencegah gw tanpa alasan. (Di part ini beni jatuh dan terseret ada video nya. Kebetulan doi sendiri yang bawa handycam nya. Rekaman jg mengarah ke wajah doi sendiri)

"Andi? Beni?" Teriak doni dan farid memanggil nama mereka berdua. Berharap dijawab oleh mereka berdua pula. Dari ruangan gelap di ujung sana kami melihat seperti ada kedua bola mata merah menyala menatap kami. Mbah Tunggak langsung duduk bersila membaca doa. "Kalian bertiga ikuti saya! Baca doa!" Kita bertiga mengikuti mbah Tunggak duduk bersila dan berdoa. Gw mendengar farid melantunkan dzikir, sedangkan gw mendengar doni membaca doa sebelum tidur setelah itu baru ayat kursi.

"Mbah ini gimana?" Tanya gw yang merasa sepertinya aura negatif sudah hilang.

"Kalian bertiga tunggu disini. Biar mbah yang nyamperin kedua temen kamu" dengan nafas tersenggal senggal beliau mencoba berdiri. Gw, doni dan farid cuma saling pandang heran sebenarnya apa yang terjadi sama mbah Tunggak? yang jelas beliau menyelamatkan nyawa kami semua.

"Ndi lu gak apa? Ben lu jg gak kenapa2 kan??" Tanya kita bertiga ke mereka berdua yang masih seperti baru bangun dari tidurnya. Mbah Tunggak meminta air yang dibawa farid dan membacakan doa sebelum di minum andi dan beni.

"Mbah gak nyangka penghuni yang dari ruang bawah tanah mengikuti kalian semua sampai lantai 3 ini. Pantas mbah gak lihat nonik yang biasanya berdiri diatas tangga berputar" Mendengar pernyataan dari mbah Tunggak, kami semua kaget. Kami berharap tidak akan ada kejadian yang menimpa kami lg setelah ini.

"Ayo kita lanjut jalan ke arah menara yang terkena tembakan. Tp tahan penciuman hidung kalian ya" ajak mbah Tunggak yang melihat kondisi andi dan beni sudah baikan. Entah maksudnya apa tahan penciuman hidung yang di ucapkan mbah Tunggak.

"Ealaaahhh...mambu mbah" gerutu gw dan temen2 yang lain. Mbah tunggak cuman ketawa mendengar keluhan kami. Gimana enggak bau? Jalan menuju kearah menara ini ada ruangan, dulu ruangan ini untuk tandon (tadah air) dan ruangan itu sekarang dipenuhi kelalawar beserta kotorannya kira-kira setebal dua bungkus rokok.

Sampai di pilar menara bagian depan utama lawang sewu kita bisa melihat tugu muda dengan jelas. Di pilar menara utama ini juga terjadi sejarah. Tembakan meriam dari museum mandala bhakti mengenai struktur baja pilar utama. Sisa-sisa meriam saat itu masih ada dan bisa di lihat.

"Dulu terjadi pertempuran disini. Salah satunya pertempuran lima hari di semarang melawan jepang. Dari tugu muda sampai daerah kaligawe pertempuran pecah! Banyak para pejuang yang gugur. Para pejuang melawan tentara jepang dengan senjata seadanya, benar-benar seadanya! Melawan senjata modern! Para pejuang itu rakyat biasa dan tentara indonesia. Semua bersatu melawan jepang! yang tertangkap?? Kami semua sudah tau apa resiko nya. Jika beruntung, maka kepala kami akan dipenggal di sungai belakang lawang sewu. Jika kurang beruntung maka kami akan merasakan penjara pendem! Mati secara perlahan.." mbah Tunggak menceritakan dengan mata berkaca2. Kami pun yang mendengar merasakan hal yang sama. Rasa takut penampakan selama kita melihat dan merasakan di lawang sewu kami lupakan. Kami lebih merasakan perjuangan para pahlawan yang rela mempertaruhkan nyawa untuk kemerdekaan. Mata ini tak sanggup lagi membendung, menetes air mata kami. Tidak ada isak tangis. Hanya tetesan air mata yang mengalir dari kedua mata kami semua tanpa ada suara.

Terimakasih para pahlawanku...atas jiwa dan raga mu memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia dan mempertahankannya. Meriahnya proklamasi kemerdekaan pun kau tak sempat merasakan, karena engkau telah ikhlas mempertaruhkan nyawa mu. Sekarang, siapakah kini pahlawan kami pembela bangsa yang menggantikan perjuangan mu?




Belum ada Komentar untuk "Berawal Dari Penasaran Hingga Menjadi Fatal - Part 5"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel