Ayahku Bukan Ayahku Part 3



Karena tidur di depan tv resikonya semakin besar. Aku kembali ke kamar dan yang kulihat pertama adalah pantulan di jendela. Aman tidak ada apapun. Aku kemudian menutup gorden jendela kamarku.

Dan browsing, bagaimana cara mengetahui siapa yang menggangguku di rumah ini. 
Hasilnya adalah aku harus tidur dengan kepala di utara, membawa sapu lidi, lilin, dan hanya menggunakan celana dalam. Dan tidur tepat dibawah "blandar". Blandar adalah tiang penyangga atap rumah dalam bahasa jawa.

Aku memutuskan, aku lakukan.
Dengan berdoa dan berniat meminta ditunjukkan siapa yang mengganggu dan apa saja, aku tidur mengikuti petunjuk yang dianjurkan.

Dan benar saja, tepat tengah malam
Diatasku seperti ada bayangan terbang kesana kemari 
Tubuhku gerah berkeringat padahal di luar hujan sangat deras
Aku mencoba tidak memperdulikan bayangan itu
Aku tetap berusaha tidur tapi percuma.

Kini tidak hanya bayangan hitam terbang. Suara cekikikan, tangisan dan rintihan mulai terdengar.  Di pojok kamar muncul bayangan hitam seperti semalam, sang makhluk berbulu hadir namun membelakangiku.

Disusul perempuan tanpa muka ongkang kaki di lemariku.

Aku berdoa didalam hati sebisanya - sekenanya, badan berkeringat dingin dan gemetar.

Suara-suara semakin berani bahkan kali ini ada yang mengikuti doaku lebih lancar seakan dia membaca apa yang aku baca dalam hati.

Ada anak kecil berlarian kesana kemari cekikikan bercanda dan satu yang menjadi kesalahanku, membawa guling. Aku memang tidak bisa tidur tanpa guling, kubawa guling di sebelah kiriku.. anehnya guling ini semakin bau busuk dan basah. Aku tengok ternyata ada pocong hitam yang membelakangiku.

Seketika aku bangun menggedor masuk kamar ayahku.
Tapi kosong.
Ayahku kemana?
Aku coba ingat2, ini hari sabtu jadwal ronda dengan warga.. 

Pasti ia ronda dengan warga.
Artinya, aku dirumah sendiri dengan semua ini?

Aku masih bersembunyi dibawah selimut dikamar ayahku. Mencari akal agar aku lepas dari ketakutan ini.

"leee.... "
Tok tok tok

Ada suara perempuan, tua, mengetuk pintu kamar ayahku.. 
"aduh sopo meneh iki" (aduh siapa lagi ini) batinku.

Aku memakai sarung dan kaos ayahku, tidak sengaja aku melihat HP diatas meja.
Pasti ada nomor Mas Roni, setidaknya aku bisa hubungi untuk bala bantuanku. 

Tuuuuut... Tuuuut...
Ah nyambung, ayo angkat ayo angkat.

"halo.." sahut mas roni di telepon
"mas ning nggonku saiki, aku mau bali surup saiki diganggu. Tak tunggu" (mas, ke rumahku sekarang, aku tadi pulang maghrib sekarang diganggu.) jawabku lalu aku tutup teleponnya.
Setelah menelepon aku berencana keluar kamar, aku cari sapu atau apapun yang bisa aku jadikan senjata, meskipun aku tau itu tidak membantu apa-apa.

Dapat sapu,
Aku buka kamar pelan-pelan, menengok ke sekitar, sepi.
Aku berjalan menuju ruang tamu perlahan.. 

"le..."
"rrrgggghhhhhhh"
"hihihihihi"
"huhuhuuu... "
" ahahaha ckikikikiki.. "

menepuk bahuku, semua suara datang bebarengan.
Suara nenek tua, makhluk berbulu, perempuan, anak-anak kecil..

Aku berteriak dan membuka pintu..
Lari ke depan rumah. 
"heh"
Aku kaget, Mas Roni menangkapku dan bertanya
"kowe ngopo? Nyebut nyebut nyebut.."
(kamu kenapa? Istighfar istighfar istighfar)

"kae ono sing ganggu okeh banget.. " jawabku
(itu ada yang mengganggu banyak sekali)

"endi, ayo mlebu" (mana, ayo masuk) ajaknya. 
Aku dan mas roni masuk ke rumah, sepi tidak ada apapun.
Aku bercerita soal semuanya dan aku berniat melihatnya dengam cara tidur dengan syarat sesuai yang dianjurkan.

Tiba-tiba..
Ada yang mengetuk pintu.
Kami berdua bertatapan. 
Dilanjut besok siang nggih, sudah ndak kondusif.

Plafon ada suara krikil jatuh sedari tadi.
Matur nuwun, ditunggu nggih. 

tok.. tok..
"kula nuwun.. " (permisi).
Suara seorang laki-laki dari balik pintu.

Aku mengode Mas Roni untuk membuka pintu.
Lalu ia berjalan menuju pintu dan membukanya,
Dan yang terlihat adalah Pak Gandung, teman ronda ayahku.

"le, bapak onten? Liyane pun kumpul ten pos" 
(nak, bapak ada? Lainnya sudah berkumpul di pos) tanya Pak Gandung.

Baru mau aku jawab, suara ayahku menyahut dari dalam kamar.
"nggih pak, keturon niki wau"
(iya pak, ketiduran ini tadi)

Lho kok?
Tadi gak ada siapa-siapa.

Ayahku memakai jaket dan sarung lalu pergi dengan pak Gandung 
"lha kuwi ono bapakmu?" (lho itu ada ayahmu) kata mas Roni.

Aku diam bingung mau menjawab apa, setengahnya masih tidak percaya apa yang aku lihat.

"yowes nek ngono aku pamit sek yo." (yasudah kalau begitu aku pamit dulu ya) terus mas Roni.

"nggih mas, matur nuwun ya.. " 
(iya mas, terimakasih ya..) jawabku sembari membiarkan ia pulang.

Aku menutup pintu dan menuju ke kamarku,
aku berniat tidur seperti biasanya, apapun yang terjadi aku tetap akan diam di dalam kamar, rencanaku.

Setelah aku berada diranjang dan tidur pada normalnya seperti biasa, dijendela tak lagi ada bayangan pantulan apapun kecuali kamarku.

Aku cukup tenang, namun tetap terlalu khawatir untuk tidur. Berselang cukup lama aku hanya diam menerka yang terjadi dan memandang ke langit langit kamarku. Mencoba untuk berlogika tapi tetap saja mentah begitu saja.

Kunci pintu rumahku terbuka,
Lalu ada suara pintu dibuka.

Ini pasti ayahku pulang dari pos ronda.
Aku lihat jam sudah pukul 3 pagi lebih sekian menit dan pintu kamar ayahku terdengar dibuka lalu ditutup kembali, dan benar saja itu ayahku pulang.

Lega ada teman di rumah, berarti aku tidak sendiri.
Aku tarik selimut dengan kantuk mulai menggoda mataku. 
Berdoa lalu aku berusaha tidur berharap tidak terjadi kejadian seperti semalam atau seperti tadi.

Baru saja tidak lama memejam, kali ini aroma melati sangat menyengat lagi dipadu aroma dupa Gunung Kawi yang khas.

Ah aku tidak peduli, batinku dalam hati.
Masih berusaha tidur, Aromanya sangat menyengat dan mengganggu. Tapi aku sudah bertekad tidak akan keluar kamar mencari tau apapun.

Klip.. Klip.. Klip.. Klip..
Lampu di rumahku hidup mati hidup mati hingga 4 kali dan akhirnya mati.

"bajingan opo meneh ikiiii.." 
Gerutuku pelan sambil menarik selimut menutupi kepalaku.

Dari luar ada sayup suara bergumam..
Mendekat, selain itu derap-derap langkah kaki seperti rombongan datang dari arah Barat rumahku.

Entah apa yang mereka katakan tidak jelas, aku penasaran, memutuskan untuk mengintip 
dari balik jendela kamarku..

Mereka berbaris 2-2 memakai baju merah seperti surjan tapi pendek, ikat kepala hitam, entah celana pendek atau kain pendek hitam, tanpa alas kaki. Aku tidak bisa melihat wajahnya, semua khidmat, menghadap depan.
Pada barisan ke 7 mereka membawa keranda, bertutupkan kain hijau pada umumnya tapi kali ini tidak ada tulisan arab atau apapun disampingnya.

Rapi berbaris, jalannya pun seirama.
Mereka berkata sesuatu tapi tidak jelas.

Tiba-tiba,
"cekreeek.."
Pintu rumahku terdengar terbuka..

Tapi aku belum bisa melihat siapa yang keluar atau masuk.
Kalau itu ayahku, kenapa tidak ada suara pintu kamarnya terbuka?

Bau-bauan melati dan dupa kawi semakin menyengat,
yang tadinya aku fokus melihat barisan kini melihat arah depan pintu rumahku. Siapakah yang keluar atau masuk kamarku?

Pelan terlihat ada yang berjalan dari arah rumahku ke luar menuju jalan.

Lho itu kan, makhluk hitam besar berbulu bertaring yang semalam mengangguku.

Dia perlahan berjalan menuju barisan, barisan itu berhenti.
Dia berada menempatkan diri tepat di depan barisan seakan menjadi pemimpin.

Tanpa perlu aba-aba, mereka berjalan dalam kegelapan malam ini.

Aku lanjutkan melihat sepanjang barisan, 7,8,9 hingga 14 baris beriringan.

Aku masih sangat ingat paling belakang hanya 1 orang, seperti pernah melihat, tidak asing, laki-laki siapa dia?

Laki-laki pada baris terakhir itu sekarang dalam posisi tetap diseberang jendelaku, mengikuti barisan.

Lalu menengok ke arahku,
"Simbah kae" kataku
Tatapannya sama seperti saat dia menatapku di kebon bambu sore itu.
Menyeramkan dan tersenyum ngeri.

Aku takut lalu mundur-mundur, dan aku jatuh dari ranjang terbentur lantai.

Entah saat itu aku pingsan atau apa aku tidak ingat.
Aku bangun sudah berada dalam posisi dibawah ranjang memakai pakaian yang sama. Dengan kepala belakang yang ngilu dan sedikit pusing.

Hari kulihat sudah cerah, matahari sudah menembus jendelaku.

Tok tok tok
"le.. "
Suara ayahku
Dengan masih pusing aku berdiri berjalan dan membukakan pintu.

"opo?"
Jawabku setelah kubukakan pintu

Ayahku masih memakai sarung yang sama untuk ronda semalam.. 
"adus, bar iki terke aku.."
(mandi, setelah ini antarkan aku)
Kata ayahku

"yoo.. " jawabku singkat sedikit malas.

Aku bergegas mandi dan bersiap.
Singkat cerita semua berjalan seperti biasa.
Tapi nasi di rice cooker masih sama seperti bekas terakhir aku makan, berarti ayahku tidak makan di rumah sama sekali..

Gelas bekas kopi dan puntung rokok pun tidak ada, ah paling sudah dibersihkan, batinku.

Aku dan ayah sudah siap, kami ke depan rumah.
Pintu-pintu sudah dikunci, aku memanaskan motorku.
Memakai helm dan berkaca di spion sudah menjadi kebiasaanku.

Yang janggal adalah tidak ada bayangan ayahku di spion, padahal ayahku ada dibelakangku, aku tengok ke ayah, dia ada.

Aku lihat di spion, tidak ada. Hingga 3 kali aku ulangi.

"ayo ndang selak kawanen."
(ayo cepat keburu kesiangan.)
buru ayahku.

Tidak kupedulikan, mungkin aku masih ngantuk.
Aku bergegas mengeluarkan motor dan memboncengkan ayah.

Melaju pelan melewati rumah-rumah lainnya, sekitar 1-2 KM tepat di gang Ringroad Barat yang sekarang menjadi Universitas Aisyiyah, HPku berbunyi. Tidak aku lihat siapa namanya..  Aku berhenti menepi, langsung aku angkat saja.

"halo.. "
" halo, aku mengko jam 12 pethuk ning bandara yo, motorku tak tinggal kantor. "
(halo, aku nanti jam 12 jemput di bandara ya, motorku aku tinggal di kantor)
Kemudian dimatikan.

Lah siapa tanyaku,
Aku lihat di nama 
di nama panggilannya "Ayah"

Aku reflek menengok ke belakang, tidak ada siapa siapa.
Aku bergegas kembali ke rumah, ngebut, merinding sejadi-jadinya.

Di rumah juga tidak ada motor ayah, helm ayah, tas ranselnya dan charger yang ia pakai sehari-hari tidak ada.

Lha terus ket wingi kae sopo?

Aku seketika teringat ayahku beberapa hari lalu berkata bahwa ada liputan di Taman Safari.
Aku lihat di kalender, benar saja sudah dilingkari hari kemarin dan kemarin lusa.

Kaki lemes, badan lemes, dan gak tau harus gimana lagi.. 
Menjelang jam penjemputan aku siap-siap menjemput ayahku di bandara.

Aku bersiap di motor, saat akan gas pergi.
Aku lihat si makhluk hitam berbulu itu ada di jendelaku menyeringai.

Aku ngebut pergi begitu saja..
Beberapa hari yang tidak terlupakan di hidupku,
Aku tidak cerita pada siapapun,
Saat ini aku masih menempati rumah yang sama.
Semua sudah banyak berubah, kebon tebu yang dulu sekarang menjadi kos-kosan mahasiswa Univ Aisyiyah.

Tapi tetap ada satu kamar mandi yang jika diberi lampu pasti mati atau pecah. 
Sebenarnya mereka yang tak terlihat ada di sekitar kita entah siang atau malam bahkan mereka tau jika kita sedang menceritakannya..

Mungkin ada di sekitarmu saat membaca

Salam. 
Mengenai siapa Simbah dan siapa makhluk berbulu itu, aku akan cerita lain waktu.

Begitu pun gangguan kepada aku dan anakku ketika menulis utas ini.
ternyata mereka masih di sekitarku.

Sampai jumpa.

✍Twitter @sayainianu

Belum ada Komentar untuk "Ayahku Bukan Ayahku Part 3"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel